ONTOLOGI MASALAH HAKIKAT, Aliran Empirisme, Rasionalisme, Intuisi

BAB II
PEMBAHASAN

I.         Ontologi Masalah Hakikat
Ontologi dinamakan pula teori hakikat, dimana cakupan hakikat itu luas sekali yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada, hakikat itu sendiri adalah realitas/kenyataan yang sebenarnya bukan keadaan yang menipu, bukan pula yang berubah (Ahmad Tafsir, 2001: 28). Lebih sempit lagi didefinisikan oleh Poedjawijatna (2003: 19) secara etimologi terdiri atas 2 kata yakni “logi” (logie) berarti ilmu (pengetahuan), dan “on” berarti ada, secara bahasa adalah ilmu tentang ada. Kedua opini disebut secara umum menyimpulkan ontologi membahas hakikat dari yang “ada”. Yang dimaksud dengan “ada” di sini adalah obyek yang dapat diindrai dan tak dapat terindra namun diyakini “adanya”, atau dengan kata lain obyek kajian ontologi terdiri atas objek yang fisik maupun non fisik (Metafisika) serta mengungkapkan esensi dari ilmu itu sendiri.
Ruang lingkup ilmu hanya membatasi lingkup penelaahan keilmuannya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia, dan penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi. Secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah, serta penafsiran metafisik keilmuan harus didasarkan dengan deduksi-deduksi verifikasi secara fisik (Depdikbud, 1983: 88). Pendapat lain Sidi Gazalba (1991: 6) mengemukakan hakikat keilmuan bergantung pada pengetahuan, dimana hakikat mempersoalkan secara tajam subyek dan obyek. Singkatnya obyek kajian pemerdekaan pengetahuan berdasarkan pada obyek fisik dan metafisik dimana secara terkait epistemologi sebagai landasan untuk mengetahui hakikat kajian ilmu terhadap pola pandang obyek “ada” tersebut.
Proses pemerolehan pengetahuan (epistemologi) terbagi atas 3 macam; pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan itu diperoleh melalui berbagai cara dan menggunakan berbagai alat (Ahmad Tafsir, 2001: 23). Beberapa aliran yang berbicara tentang ini:
  1. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empirisme adalah empirikos, yang berarti pengalaman. Pada zaman Aristoteles terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia. Doktrin empirisme berdalil mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat jaminan (Jujun S. Suriasumantri, 2001: 102). Pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman indrawi yang dialami, dilalui oleh manusia secara langsung. Tokoh pada aliran ini adalah John Locke (1632-1704) yang terkenal dengan teori “tabula rasa” yang menggambarkan manusia itu pada mulanya. Kosong bagai meja lilin, pengalamanlah yang mengisi jiwa yang kosong, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk sederhana, lama kelamaan ruwet, lalu tersusunlah pengetahuan berarti bagaimanapun kompleksnya pengetahuan ia selalu dicari ujungnya pada pengalaman indera, substansinya aliran ini berpendapat sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah pengetahuan benar.
Beberapa prinsip kaum empirisme sebagai berikut (Jujun S. Suryasumantri, 2001: 102-103)
1.      Perbedaan antara yang mengetahui dan diketahui, yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Misalnya alam jagat raya terdiri dari fakta atau obyek dan yang ditangkap/diamati oleh seseorang adalah subyeknya.
2.      Kebenaran dari fakta/obyek didasarkan pada pengalaman manusia
3.      Prinsip keteraturan, bahwa alam didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang tingkah laku sesuatu, pada dasarnya alam adalah teratur.
4.      Prinsip keserupaan berarti bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama. Misalnya mengetahui buah pisang adalah enak dan bergizi, kita merasa yakin dengan alasan yang cukup bahwa obyek yang lain dan rasanya seperti pisang tidaklah memiliki racun yang mematikan.
Adapun kritik terhadap empirisme (Jujun S. Suryasumantri, 2001: 104)
1.      Empirisme didasarkan pada pengalaman dari rangsangan pancaindera. Indera manusia disadari memiliki kelemahan dan keterbatasan karena dia muncul sebagai sebuah sensasi ditambah penilaian, kritikus kaum empiris menunjukkan bahwa fakta tak mempunyai apapun yang bersifat pasti. Jika dianalisis “pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar sebuah teori pengetahuan yang sistematis.
2.      Indera menipu, karena sebuah teori yang menitikberatkan pada persepsi panca indera adalah sesuatu yang tidak sempurna. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan antara khayalan dan fakta.
3.      Obyek yang menipu indera karena empirisme tidak memberikan kita kepastian.

  1. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap obyek “ada”. Kaum rasionalisme mulai dengan suatu pernyataan yang sudah pasti, aksioma yang dipakai adalah “idea” atau pikiran manusia dalam membangun sistem pemikirannya “akal” manusia. Kiranya sudah “ada” dari sana sebagai bagian dasar dari kenyataan. Mereka berdalil pikiran dapat memahami prinsip, dan prinsip itu harus “ada” (benar dan nyata). Prinsip ini dianggap sebagai sesuatu yang apriori (Jujun S. Suryasumantri, 2001: 99).
Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650) dan Aristoteles. Mereka terkenal dengan semboyan kata “Aku berfikir maka aku ada”. Bagi aliran ini pula menganggap kekeliruan pada aliran empirisme disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Namun untuk sampai pada kebenaran adalah semata-mata dengan akal.
Kritik terhadap rasionalisme:
1.      Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang dapat dilihat maupun diraba. Eksistensi tentang idea yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama.
2.      Konsep rasional oleh banyak manusia menemukan kesukaran untuk menerapkan konsepnya pada masalah kehidupan praktis.
3.      Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini. Banyak dari idea yang sudah pasti pada satu waktu kehidupan berubah pada waktu lain.

  1. Intuisi
Tokoh aliran ini adalah Henri Bergson (1859-1941), ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal pun punya keterbatasan, karena obyek yang ditangkap selalu berubah-ubah. Manusia tidak mengetahui keseluruhan, juga tidak bisa memahami sifat-sifat yang tetap pada obyek. Aliran ini mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia. Intuisi mirip dengan insting yang berarti rasa dalam konotasi kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini memerlukan suatu usaha, Prof. Dr. Ahmad Tafsir (2001: 1) menggambarkan proses intuisi dalam Islam melalui suatu proses latihan “Riyadlah” dengan metode Tariqat (ajaran tasawuf). Manusia pada khususnya dipengaruhi oleh hal-hal material, dipengaruhi oleh nafsunya, bila ini dapat dikendalikan maka kekuatan rasapun bekerja.
Muhadjir Efendy (2004: 47-49) menjelaskan intuisi bisa berarti pengenalan terhadap sesuatu secara langsung untuk memiliki pengetahuan segera dan langsung tanpa menggunakan rasio, untuk mencapai kebenaran sejati manusia harus berpikir tanpa berorientasi pada hal-hal inderawi, caranya lewat kontemplasi sebagai jalan pembebasan dari kelekatan dengan materi yang merupakan penyimpangan dari kebenaran.
Berdasarkan ketiga aliran di atas, tentunya cara memandang hakikatnya tentunya juga berbeda. Jika kaum empirisme atau identik dengan sesuatu berbau materialis memandang hakikat dari pengalaman adalah benda atau materi, kaum rasionalis yang identik dengan ideanya memandang hakikat dari pola pikirnya adalah akal, dan intuisi/rasa memandang hakikat ideanya adalah rohnya yang berujung pada Tuhan, maka hakikat ilmu pengetahuan menurut Jujun S. Suryasumantri (2001: 9) bahwa hakikat ilmu tidak ditentukan oleh titel, profesi dan kedudukan; hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan. Ilmu itu harus bersifat terbuka, demokratis dan menjunjung kebenaran di atas segala-galanya tentunya dengan kolaborasi ke-3 aliran di atas membuat ilmu dalam prosesnya lebih berarti dan bermakna.

II.      Hakikat Abstrak Ilmu Pengetahuan
Tiap ilmu pengetahuan memiliki 3 dasar penilaian yakni, apa yang ingin diketahui? (ontologi), bagaimana memperolehnya? (epistemologi). Untuk apa ? (aksiologi). Pertanyaan-pertanyaan ini mencakup permasalahan yang azasi. Lewat ke-3 pertanyaan ini dapat menjadi batasan untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya dalam khazanah kehidupan manusia. Lewat ke-3 hal ini pula memungkinkan pula untuk mengenali berbagai pengetahuan yang ada seperti ilmu, seni, dan agama serta meletakkannya pada posisinya masing-masing (Jujun S. Suryasumantri, 2003: 35).
Hakekat abstrak ilmu pengetahuan berarti menjawab segala pertanyaan yang muncul pada diri manusia sebagai makhluk yang berakal. Bagi yang mendewa-dewakan ilmu sebagai satu-satunya sumber kebenaran tentulah “salah besar” sebaliknya memalingkan diri dari “ilmu” tentunya adalah sifat “bodoh” sebagaimana perkataan Einstein “Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah pincang”, menyiratkan makna ilmu sebagai pengetahuan tidak dapat berdiri sendiri sebagai sumber pengetahuan manusia secara absolut akan tetapi ketika keduanya saling bersinergi akan membuat ilmu dan agama saling menyokong satu sama lain.

III.   Hakikat Pribadi Ilmu Pengetahuan
Ilmu menganggap dirinya bahwa obyek-obyek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang-ulang dan semuanya yakin menjalin secara teratur (Jujun S. Suryasumantri, 2001: 7). Hal ini berarti ilmu pengetahuan harus diberi tempat untuk semua bidang ilmu dengan sumbangannya sendiri baik dalam hal objek maupun dalam hal metode. Semua ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek materia dan forma. Obyek materi adalah hal atau bahan yang diselidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan), sedangkan obyek forma dari mana hal tersebut dipandang. Jadi hakikat pribadi ilmu pengetahuan merupakan suatu unsur ilmu itu sendiri atau kedudukan dan kepribadian ilmu sendiri meskipun dipisah-pisahkan namun tetap sebagai satu kesatuan ilmu.

IV.   Hakikat Konkret Ilmu Pengetahuan
Menurut Poedjawijatna (2004: 63) realitas yang dihadapi ilmu itu selalu khusus, satu persatu (individual) dan kekhususannya realitasnya bermacam-macam, yang berarti ini disebut konkret yakni hal itu terlibat dalam dan dengan sifat-sifat seluruhnya yang dimilikinya. Konkret dalam hal yang satu lain dari yang lain.

Ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci kebohongan, sebab asas moral dalam proses kegiatan keilmuan harus ditujukan untuk menemukan kebenaran dengan penuh kejujuran tanpa mempunyai kepentingan sepenuhnya langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual (Depdikbud, 1984: 91) fungsi ilmu itu sendiri bagi manusia (Jujun S. Suryasumantri, 2001: 91) antara lain; yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang di hadapinya sehari-hari. Mampu membantu memerangi penyakit, membangun jembatan, membangun irigasi, mendidik anak, meratakan pendapatan nasional dan sebagainya, makanya ilmu kemudian berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia, cabang-cabang ilmu pengetahuan membentuk ranting-ranting seperti fisika menjadi mekanika, hidrodinamika, cahaya dan lain-lain. Lahir pula ilmu-ilmu terapan dari ilmu-ilmu murni dimana kesemuanya mempunyai 3 landasan patologis, epistemologis, aksiologis. Dan kesemuanya pula secara konkret melukiskan bahwa bagaimanapun ilmu terbentuk agar sesuai dengan tujuan dan kegunaannya baik dalam kandungan teori, hukum, kaidah, asas dan sebagainya.

Sekian Artikel Tentang ONTOLOGI MASALAH HAKIKAT, Aliran Empirisme, Rasionalisme, IntuisiPada Blog;yang bisa disajikan oleh aepcitystudio.blogspot.com "(5.0)"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

ADMINISTRASI DAN ORGANISASI PENDIDIKAN

BATAS-BATAS DAN KONSEP PENDIDIKAN