PERKEMBANGAN FILSAFAT ZAMAN RENAISANS DAN MODERN



1.      Masa Renaisans (Abad Ke 15-16)
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenis serba bisa Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440M) dan ditemukannya benua baru (1429M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan dengan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.

Tidaklah mudah untuk membuat garis batas yang tegas antara zaman renaisans dengan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan renaisans akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju ke depan dengan kecepatan yang besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa sebelumnya. manusia dengan langkah raksasa dari zaman uap ke zaman listrik, kemudian ke zaman atom, electron, radio, televisi, roket dan zaman ruang angkasa.
Pada zaman renaisans ini manusia Barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Pemikir yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini antara lain: Nicholas Copernicus (1473-1543) dan Francis Bacon (1561-1626).
Copernicus adalah seorang tokoh gereja ortodoks, ia menemukan bahwa matahari berada di pusat jagad raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu berputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut Heliosentrisme, dimana matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat gereja. Teori Ptolomeus ini disebut Geosentrisme yang mempertahankan bumi sebagai pusat jagad raya.
Sekalipun Copernicus membuat model, namun alasan utamanya bukanlah sistemnya, melainkan keyakinannya bahwa prinsip heliosentrisme akan sangat memudahkan perhitungan. Copernicus sendiri tidak berniat memudahkan perhitungan. Copernicus sendiri tidak berniat untuk mengumumkan penemuannya, terutama mengingat keadaan dan lingkungan gereja waktu itu. Menurut gereja, prinsip Geosentrsme dianggap yang lebih benar daripada prinsip Heliosentrisisme. Tiap siang dan malam kita melihat semuanya mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah semua itu diciptakan-Nya. Paham demikian disebut homosentrisisme. Dengan kata lain prinsip geosentrisisme tidak dapat dipisahkan dari heliosentrisisme dilontarkan, maka akan berakibat berubah dan rusaknya seluruh kehidupan manusia saat ini.
Teori Copernicus ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi. Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledge is Power (Pengetahuan adalah kekuasaan). Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu:
1)      Mesin menghasilkan kemenangan dan perang modern
2)      Kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan
3)      Percetakan yang mempercepat penyebaran ilmu.
Penemuan Copernicus mempunyai pengaruh luas dalam kalangan sarjana, antara lain Tycho Brahe (1546-1601) adalah seorang bangsawan yang tertarik pada sistem astronomi baru. Ia membuat alat yang ukurannya besar sekali untuk mengamati bintang-bintang yang teliti. Berdasarkan alat-alat yang besar itu dan dengan ketekunan serta ketelitian pengamatannya, maka bahan yang dapat dikumpulkan selama 21 tahun sangat besar artinya untuk ilmu dan keperluan sehari-hari.
Perhatian Tycho Brahe dimulai pada bulan November tahun 1572, dengan munculnya bintang baru di gugusan Cossiaopeia secara tiba-tiba, yaitu bintang yang cemerlang selama 16 bulan sebelum ia padam lagi. Bintang yang dalam waktu singkat menjadi cemerlang dalam bahasa modern disebut Nova atau supernova, tergantung dari besarnya dan massanya. Timbulnya bintang baru itu menggugurkan pendapat yang dianut sampai pada saat itu, yaitu oleh karena angkasa diciptakan Tuhan, maka angkasa tidak dapat berubah sepanjang masa, dan bentuknya akan tetap dan abadi. Beberapa tahun kemudian, Tycho berhasil menyusun sebuah observatorium yang lengkap dengan alat, kepustakaan, dan tenaga pembantu.
Dalam tahun 1577, ia dapat mengikuti timbulnya sebuah Comet. Dengan bantuan alat-alatnya, ia menetapkan lintasan yang diikuti comet tersebut. Ternyata lintasan ini lebih jauh dari planet Venus. Penemuan ini membuktikan, bahwa benda-benda angkasa tidak menempel pada crystalline spheres, melainkan datang dari tempat yang sebelumnya tidak dapat dilihat dan kemudian muncul perlahan-lahan ke tempat yang dapat dilihat untuk kemudian menghilangkan lagi. Kesimpulannya adalah “benda-benda angkasa semuanya ‘terapung bebas’ dalam ruang angkasa”.
Johannes Keppler (1571-1630) adalah pembantu Tycho dan seorang ahli matematik. Setelah Tycho meninggal dunia, bahan pengamatan selama 21 tahun itu diwariskan kepada Keppler. Di samping melanjutkan pengamatan, Keppler juga tetap mengembangkan astrologi untuk memperoleh uang guna memelihara perkembangan astronomi. Dalam mengolah bahan peninggalan Tycho, ia masih bertolak dari kepercayaan bahwa semua benda angkasa bergerak, mengikuti lintasan circle karena sesuai dengan kesempurnaan ciptaan Tuhan. Semua perhitungan ditujukan ke arah itu. Namun, semua perhitungan tetapi menunjukkan bahwa lintasan merupakan sebuah elips untuk semua planet. Akhirnya, Keppler terpaksa mengakui bahwa lintasan memang berbentuk elips.
Selain itu dalam perhitungan terbukti bahwa pergerakan benda angkasa tidak beraturan dan tidak sempurna. Pergerakannya mengikuti suatu ketentuan, yaitu bila matahari dihubungkan dengan sebuah planet oleh garis lurus dan planet ini bergerak X jam lamanya, maka luas bidang yang dilintasi garis lurus itu dalam waktu X jam selalu sama. Berdasarkan hukum ini, kalau planet berada paling dekat dengan matahari kecepatannya pun paling besar. Sebaliknya, jika planet berada paling jauh dari matahari, maka kecepatannya paling  kecil.
Hal ketiga yang ditemukan Keppler adalah perbandingan antara dua buah planet, misalnya A dan B. Bila waktu yang dibutuhkan untuk melintasi orbit oleh masing-masing planet adalah P dan Q, sedang jarak rata-rata dari planet B ke matahari adalah X dan Y., maka P+ : Q+ = X+ : Y+.  Dengan demikian Keppler menemukan tiga buah hukum astronomi, yaitu :
1)      Orbit dari semua planet berbentuk elips
2)      Dalam waktu yang sama, garis penghubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya sama.
3)      Bila jarak rata-rata dua planet A dan B dengan matahari adalah X dan Y. sedangkan waktu untuk melintas orbit masing-masing adalah P+ : Q+ = X+ : Y+.
Ketiga hukum Keppler itu ditemukan setelah dilakukan perhitungan selama kira-kira sepuluh tahun tanpa logaritma, karena pada waktu itu memang belum dikenal logaritma. Dari karya-karya Tycho dan Keppler tersebut dapat ditarik beberapa pelajaran. Pengumpulan bahan pengamatan yang teliti dan ketekunan yang terus menerus menjadi landasan utama untuk perhitungan yang tepat. Perhitungan yang tepat memaksa disingkirkannya semua tahayul, misalnya tentang pergerakan sempurna atau pergerakan sirkuler. Bahan dan perhitungan yang teliti merupakan suatu jalan untuk menemukan hukum-hukum alam yang murni dan berlaku universal.
Ketiga hukum alam tentang planet ini sampai sekarang masih dipergunakan dalam astronomi, meskipun di sana-sini diadakan perbaikan seperlunya. Karya Copernicus dan Keppler memberikan sumbangan yang besar bagi lapangan astronomi. Dalam tangan Copernicus, lapangan ini baru merupakan sebuah model untuk perhitungan. Dalam tangan Keppler, astronomi menjadi penentuan gerakan benda-benda angkasa dalam suatu lintasan yang tertutup. Akhirnya dalam tangan Newton, pergerakan ini diberi keterangan lengkap, bak mengenai ketepatan maupun bentuk elipsnya.
Setelah Keppler, muncul Galileo (1546-1642) dengan penemuan lintas peluru, penemuan hukum pergerakan, dan penemuan tata bulan planet Jupiter. Penemuan tata bulan Jupiter memperkokoh keyakinan Galileo bahwa tata surya bumi bersifat heliosentrik. Sebagai sarjana matematika dan fisika, Galileo menerima prinsip tata surya yang heliosentis serta hukum-hukum yang ditemukan Keppler. Galileo dapat pula membuat sebuah teropong bintang. Dengan teropong itu dapat dilihat beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Yang terpenting dan terakhir ditemukannya adalah planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.
Galileo membagi sifat benda dalam dua golongan, yaitu pertama, golongan yang langsung mempunyai hubungan dengan metode pemeriksaan fisik, artinya yang mempunyai sifat-sifat primer (primary qualities) seperti berat, panjang dan lain-lain sifat yang dapat diukur. Kedua, golongan yang tidak mempunyai peranan dalam proses pemeriksaan ilmiah, disebut sifat-sifat sekunder (secondary qualities) seperti sifat warna, asam, manis, dan tergantung dari pancaindera manusia. Sejak Galileo, ilmu pada umumnya tidak dapat memeriksa sifat kehidupan, karena sifatnya subjektif, tidak dapat diukur, dan tidak dapat ditemukan satuan dasarnya. Hal itulah yang membuat Galileo dianggap sebagai pelopor perkembangan ilmu dan penemu dasar ilmu modern yang hanya berpegang pada soal-soal yang objektif saja.
Pada masa yang bersamaan dengan Keppler dan Galileo ditemukan logaritma oleh Napier (1550-1617) berdasarkan basis e, yang kemudian diubah ke dalam dasar 10 oleh Briggs (lair tahun 1615) dan kemudian diperluas oleh Brochiel de Decker (lahir tahun 1626). Ketika Keppler, mendengar tentang penemuan itu, ia memberikan reaksi bahwa jika ia dapat mempergunakan penemuan logaritma, perhitungan yang 11 tahun dapat dipersingkat sekurang-kurangnya menjadi satu bulan.
Pada masa Desarque (1593-1662) ditemukan Projective Geometry, yang berhubungan dengan cara melihat sesuatu, yaitu manusia A melihat benda P dari tempat T. Oleh karena melihat hanya mungkin jika ada cahaya, sedangkan cahaya memancar lurus, maka seolah-olah mata dihubungkan dengan benda oleh satu garis lurus. Sedangkan Fermat, juga mengembangkan Ortogonal Coordinate System seperti Descartes. Di samping itu, ia juga melaksanakan penelitian teori al-Jabar berkenaan dengan bilangan-bilangan dan soal-soal dalam tangan Newton dan Leibniz kemudian akan menjelma sebagai perhitungan diferensial integral (calculus). Fermat bersama-sama Pascal menyusun dasar perhitungan statistik.
2.      Zaman Modern (Abad 17-18 M)
Setelah Galileo, Fermat, Pascal dan Keppler berhasil mengembangkan penemuan mereka dalam ilmu, maka pengetahuan yang terpencar-pencar itu jatuh ke tangan dua sarjana yang dalam ilmu modern memegang peran yang sangat penting. Mereka adalah Isaac Newton (1643-1727) dan Leibniz (1646-1716). Di tangan dua sarjana inilah, sejarah ilmu modern dimulai.
Newton, sekalipun ia menjadi pimpinan sebuah tempat pembuatan uang logam di kerajaan Inggris, ia tetap menekuni dalam bidang ilmu. Lahirnya teori gravitasi, perhitungan calculus, dan optika merupakan karya besar Newton. Teori gravitasi Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti pergerakan lintas lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi dan matahari ada gaya saling tarik menarik.
Persangkaan tersebut kemudian dijadikan Newton sebagai titik tolak untuk spekulasi dan perhitungan-perhitungan. Namun hasil perhitungan itu tidak memuaskan Newton, semua persangkaan dan perhitungan lalu ditangguhkan. Baru kira-kira 16 tahun kemudian soal itu ditanganinya lagi, setelah ia berhasil mengatasi beberapa hal yang ada pada awal penyelidikan belum disadarinya. Teori gravitasi memberikan keterangan, mengapa planet tidak bergerak lurus. Sekalipun kelihatannya tidak ada pengaruh yang memaksa planet harus mengikuti lintasan elips. Sebenarnya, pengaruhnya ada, tetapi tidak dapat dilihat dengan mata dan pengaruh itu adalah gravitasi yaitu kekuatan yang selalu akan timbul jika ada dua benda yang saling berdekatan.
Berdasarkan teori gravitasi dan perhitungan-perhitungan yang dilakukan oleh Newton, dapat diterangkan lah dasar dari semua lintasan planet dan bulan, pengaruh pasang air samudra dan lain-lain peristiwa astronomi, justru dalam lapangan astronomilah ketepatan teori gravitasi makin meyakinkan, sehingga tidak ada lagi yang tidak percaya tentang adanya gravitas.
Perhitungan calculus atau yang disebut juga diferensial/integral oleh Newton di Inggris dan Leibniz di Jerman terbukti sangat luas gunanya untuk menghitung bermacam-macam hubungan antara dua atau lebih banyak hal yang berubah, bersama dengan ketentuan yang teratur. Misalnya, kecepatan planet mengelilingi matahari yang berbeda-beda sepanjang lintasan, menemukan maxima dan minima dari suatu kurva, menemukan tambahan luas lingkaran bila radius berubah sedikit sekali dan lain sebagainya. Setelah Calculus ditemukan banyak sekali perhitungan dan pemeriksaan ilmu dapat diselesaikan, sebelumnya tinggal problematic saja. Tanpa calculus, ilmu matematika, tidak  dapat berkembang seperti sekarang ini.
Penemuan ketiga yang mendasari ilmu alam adalah pemeriksaan Newton mengenai cahaya dan lazim disebut optika. Dengan mempertimbangkan bahwa cahaya masuk melalui lensa, sedangkan bagian perifer lensa mendekati bentuk prisma, sehingga cahaya perifer terbias menjadi pelangi yang disebut chromatic aberration, maka Newton membuat telescope tanpa lensa, ia menggunakan cermin cekung yang berdasarkan pemantulan cahaya sehingga tidak terjadi pembiasan.
Joseph Black (1728-1799) dikenal sebagai pelopor dalam pemeriksaan kualitatif, ia menemukan gas CO­2. Ia melakukan pemanasan terhadap kapur. Hawa yang keluar kemudian dialirkan melalui air kapur yang  sudah disaring terlebih dahulu. Pada waktu hawa yang keluar dari kapur mengalir, maka air kapur yang jernih menjadi keruh. Demikian pula Henry Cavendish (1731-1810) memeriksa gas yang terjadi jika serbuk besi disiram dengan asam dan menghasilkan hawa yang dapat dinyalakan. Sarjana lain, seperti Joshep Prestley (1733-1804) menemukan sembilan macam hawa No dan Oksigen yang antara lain dapat dihasilkan oleh tanaman. Oksigen ini dapat menyegarkan hawa yang tidak dapat lagi menunjang pembakaran. Antonine Laurent Lavoiser (1743-1794) jadilah sarjana yang meletakkan dasar ilmu kimia yang kita kenal sekarang.
Berdasarkan penemuan Black, Cavendish Priestley, dan lainnya, Loveise melaksanakan percobaan yang didasarkan pada timbangan bahan-bahan sebelum dan sesudahnya percobaan. Dengan demikian ia mulai menggunakan pengukuran dalam lapangan kimia, dengan kata lain ia meninggalkan percobaan yang hanya bersifat kumulatif dan berpindah ke lapangan yang bersifat kuantitatif.
Di samping perkembangan ilmu kimia, zaman yang sama ditemukan bermacam-macam mesin tanpa ada dasar ilmunya, melainkan atas dasar percobaan, misalnya mesin uap yang kemudian mendasari kereta api, percobaan-percobaan listrik dan lain-lainnya, penemuan-penemuan itu semuanya melandasi revolusi industri terutama di Inggris, tetapi kemudian juga meluas di seluruh benua Eropa. Penemuan-penemuan empiris tentang kekuatan uap dan penemuan lainnya kemudian dijadikan percobaan-percobaan dalam laboratorium. Pemeriksaan itu akhirnya menghasilkan hukum-hukum dan rumus empiris, yang mendasari perkembangan teoritis selanjutnya.
Kalau penemuan ilmiah kimia dan penemuan mesin-mesin pada awalnya tidak langsung mempunyai hubungan dengan teori ilmu sebagaimana dikembangkan oleh Galileo dan lain-lain, perkembangan ilmu setingkat lebih maju dari apa yang telah dicapai oleh sarjana-sarjana yang telah disebut tadi.
Percobaan selanjutnya dilakukan oleh J.L. Proust (1754-126) mengenai atom. Dalam analisis oxyda dari berbagai logam. J.L Proust sampai kepada pendapat bahwa perbandingan bahan-bahan yang ikut serta dalam proses tersebut selalu tetap, demikian pula dengan sulfida dari logam. Demikian pula dengan John Dalton (1766-1844) yang mendapatkan ilham untuk menetapkan kesatuan (a unit) untuk mencari keterangan tentang perbandingan berat hydrogenium lawan atom lain-lainnya disebut berat atom.
Sejak Dalton, teori tentang atom terus dapat dipergunakan dalam lapangan ilmu kimia, juga oleh Frederich Wohler untuk menemukan sintesis urea dalam tahun 1828. Pada sekitar tahun 1895, Hendry Becquerel, suami istri Curie dan J.J,. Thomson menemukan radium, logam yang dapat berubah menjadi logam lain, sedangkan Thompson menemukan electron. Dengan penemuan itu, runtuhlah pendapat atau aksioma yang menyatakan bahwa atom adalah bahan terkecil yang tidak dapat berubah dan bersifat kekal. Dengan penemuan itu, mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika, yaitu fisika nuklir yang pada zaman sekarang dapat mengubah bermacam-macam atom.
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus dan statistika. Di abad ke-9 lahir semisal pharmokologi, geofisika, geomorfologi, palaentologi, arkeologi, logika matematika, mekanika kwantum, fisika nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceonografi, antropologi budaya, psikologi dan sebagainya.
Sekitar tahun 1900-1914 terjadi berbagai perubahan berdasarkan teori kenisbian. Ada teori baru yang mengatakan bahwa ruang dan waktu tidak lagi berpisah sebagaimana dipahami oleh ahli fisika sebelumnya. Ruang dan waktu merupakan satu kesatuan mutlak untuk memeriksa dan menerangkan semua peristiwa.
Perlu diketahui pula bahwa pada zaman modern ini terjadi revolusi industri di Inggris, sebagai akibat peralihan masyarakat agraris dan perdagangan pada abad pertengahan ke masyarakat industri modern dan perdagangan maju. Pada abad inilah James Watt menemukan mesin uap (abad ke-18), alat tenun dan Inggris menjadi penghasil tekstil terbesar, kemudian diikuti Amerika serikat dan Jepang menjadi negara industri.
Setelah abad ke-18 berakhir maka perkembangan ilmu modern selanjutnya, yaitu pada abad ke-19. Pada abad ini penemuan yang dianggap sebagai penemuan abad tersebut adalah dengan ditemukannya planet Neptunus. Sedang pada abad XX, secara garis besar terjadi perkembangan yang sangat luas dalam berbagai bidang ilmu. Misalnya ilmu pasti, kimia, fisika, kimia organik, astronomi, biologi  dan fisika nuklir. Di samping ilmu-ilmu yang jelas bersifat kuantitatif tersebut, berkembang pula ilmu-ilmu yang permulaannya bersifat kualitatif, seperti ekonomi, psikologi dan sosiologi. Perkembangan pesat dalam bidang astronomi pada abad XX ini seperti ditemukannya planet terakhir yaitu Pluto (1930) setelah abad sebelumnya yaitu abad XIX telah ditemukan planet Neptunus dengan didasari perhitungan yang menggunakan sistem Newton. Dalam abad XX ini, pengetahuan diperluas. Kalau dalam abad XIX tidak dapat diterangkan sumber energi matahari, sekarang dapat diketahui bahwa energi tersebut terjadi berdasarkan perubahan atom, yang zaman sekarang menjadi tenaga nuklir.

3.      Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern
Pada zaman modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna pemikiran filsafat Sufisme Yunani, sedikit pengecualian pada Kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besar adalah rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Dan paham-paham yang merupakan pecahan dari aliran itu. Paham rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato  yang memberikan jalan untuk mempelajari paham, idealisme zaman modern. Para pengikut aliran ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut idealisme subjektif merupakan murid Kant. Sedang Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat idealisme objektif kedua idealisme ini lalu disintesiskan dalam filsafat idealisme mutlaknya Hegel (1770-1831).
Sedangkan pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin eratnya kerja sama internasional. Namun sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu positivisme, tidak mau bersistem, realistis, menitikberatkan pada manusia, pluralistis, antroposentrisme dan pembentukan subjektivitas modern.
Zaman modern dimulai dengan masa renaisans yang berarti kelahiran kembali, yaitu usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi). Pembaruan terpenting yang kelihatan dalam filsafat renaisans itu “antroposentrisme”nya. Pusat perhatiam pemikiran itu tidak lagi kosmos, seperti zaman kuno, atau Tuhan seperti abad pertengahan, melainkan manusia. Mulai zaman modern inilah manusia yang dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
Latar belakang dan implikasi dari renaisans itu adalah sebagai berikut:
  1. Pudarnya kekuasaan politik dan kekuasaan spiritual yang mengakibatkan lahirnya cita-cita semangat pembaruan dan pembebasan.
  2. Berkembangnya jiwa dan semangat individualisme
  3. Pertentangan (diskusi) antara universalia dan individualia berakhir dengan kemenangan individualia. Hal ini akan menimbulkan  akibat sebagai berikut:
1)        Warga masyarakat tidak lagi menerima dogma/agama yang digambarkan ada di tangan pada masing-masing diri manusia.
2)        Pandangan yang bercorak substansialistis dan metode pendekatan ilmiah secara deduktif, dikalahkan oleh metode-metode induktif dan empiris untuk menemukan kebenaran individual.
  1. Timbulnya rasa kebanggaan terhadap harta dan derajat manusia. Gejala ini menunjukkan manifestasinya kepada kepercayaan diri bahwa manusia dengan kebebasan, nilai individualis yang optimal dan kemampuan ilmiahnya merasa mampu untuk menguasai alam semesta ini.
Zaman modern ditandai dengan munculnya rasionalisme Rene Descartes (1596-1650), B. Spinoza (1632-1677) dan G. Libniz (1646-1716). Mereka menekankan pentingnya rasio atau akal budi manusia.
Pada abad ke-18 terkenal dengan zaman pencerahan (einlighment, aufklarung) dengan munculnya tokoh-tokoh empirisme. Istilah empirisme berasal dari kata Yunani empiria yang berarti pengalaman indrawi. Empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja.
Tokoh-tokoh empirisme antara lain di Inggris: John Locke (1632-1704), George Berkeley (1684-1753) dan David Hume (1711-1776), di Perancis Jean Jacques Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804). Selain itu, ditandai pula munculnya aliran idealisme seperti J. Fitche (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan G.W. Hegel (1770-1831).
Masa kini dimulai pada abad ke-19 dan 20 dengan timbulnya berbagai aliran yang berpengaruh seperti positvisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neo kantianisme, neo tomisme, dan fenomenologi. Aliran-aliran ini sangat terikat oleh keadaan negara maupun lingkungan bahasa sehingga dalam perkembangan terakhir lahirlah filsafat analitis yang lahir sejak tahun 1950.
Positivisme mulai pada filsuf A. Comte (1798-1857) seorang sosiolog pertama menyatakan bahwa pemikiran setiap manusia, pemikiran setiap ilmu dan pemikiran suku bangsa manusia pada umumnya melewati tiga tahap yaitu:
-          Tahap teologis
-          Tahap metafisis
-          Tahap positif ilmiah.
Dalam tahap teologis manusia percaya bahwa di belakang gejala alam terdapat kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari makhluk insani yang biasa. Tahap teologis ini sendiri dapat dibagi lagi atas tiga periode. Pada taraf paling primitif, benda-benda sendiri dianggap berjiwa (animisme). Adapun pada taraf berikutnya manusia percaya pada dewa-dewa yang masing-masing menguasai lapangan tertentu, dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar dan sebagainya (politeisme). Dan pada taraf lebih tinggi lagi manusia memandang satu, Allah sebagai penguasa segala sesuatu (monoteisme).
Dalam tahap metafisis, kuasa-kuasa adikodrati diganti dengan konsep dan prinsip-prinsip yang abstrak, misalnya kodrat dan penyebab. Metafisika dijunjung tinggi dalam tahap ini.
Akhirnya dalam tahap positif sudah tidak diusahakan lagi untuk mencari penyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Dalam tahap positif ini manusia membatasi diri pada fakta yang disajikan kepadanya. Atas dasar observasi dengan menggunakan rasionya, ia berusaha menetapkan relasi-relasi persamaan atau urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Baru dalam tahap terakhir ini dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Dalam abad ke-20, positivisme diperbarui dalam neo positivisme, suatu aliran yang asalnya dari Wina. Oleh karena itu, filsuf-filsuf dari aliran ini disebut anggota dari “Lingkaran Wina”.

DAFTAR PUSTAKA

-          Bahtiar, Amsal. 2006. Filsafat Ilmu. Rajawali Press, Jakarta.
-          Heriyanto, Husain. 2003. Paradigma Holistik. Jakarta.
-          Hendrik Rapar, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Jakarta: Kanisius.
-          Lasiyo dan Yuwono. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty.
-          Sumarna, Cecep. 2006. Filsafat Ilmu. Pustaka Bani Quraisy, Bandung.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANAN KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

ADMINISTRASI DAN ORGANISASI PENDIDIKAN

BATAS-BATAS DAN KONSEP PENDIDIKAN